31 Agustus, Menjelang September
Akan kutuliskan sejumlah catatan yang tak begitu penting dalam tulisan kali ini. Sumber gambar: Kuczynski 1/ Tak ada perayaa...
Akan kutuliskan sejumlah catatan yang tak begitu penting dalam tulisan kali ini.
Sumber gambar: Kuczynski |
1/
Tak ada perayaan hari kemerdekaan di bulan ini, aku merasa tak menemukan bulan ini sebagai ruang kembali mengenang kemerdekaan. Beberapa orang memaknai kemerdekaan dengan cara yang berbeda-beda, mungkin dengan tidak merasa merdeka adalah satu dari sekian banyak cara menikmati kemerdekaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
2/
Entah sejak kapan aku menggunakan cara ini, yakni melihat dan mengamati jumlah postingan blogku tiap bulan. Jumlah postingan yang ada di blog ini akan menjadi cerminan atau gambaran produktif dari upaya melawan kemalasanku. Bulan ini, jauh lebih sedikit dari bulan - bulan sebelumnya. Sepertinya ini pertanda jika bulan Merah Putih ini, aku nyaris mengibarkan bendera putih kepada siapa saja. Aku nyaris menyerah, membiarkan merah di bendera menghilang dan putih berkibar menjemput nasibku yang putus asa/
3/
Aku mengabaikan beberapa tulisan yang harusnya segera kuselesaikan. Saat menulis ini, aku sempat curiga jika aku tak akan mampu menyelesaikannya.
4/
Aku lebih banyak mencurigai diri sendiri, jika diriku akan dibunuh oleh diriku sendiri. Semacam upaya bunuh diri, namun tergagalkan dengan niat menyelamatkan apa yang semestinya dipertahankan.
5/
Menjadi anak pertama bukanlah hal yang cukup menyenangkan, dan rasa-rasanya sangat jauh dari hal-hal yang menenangkan. Namun, aku bertemu dengan Zulham (seorang mahasiswa psikologi angkatan 2013) yang senantiasa memimpikan dirinya menjadi anak pertama. Aku banyak mendengar sejumlah alasannya, hingga membuat aku merasa wajib untuk kembali memperbaiki hal-hal yang kuanggap buruk.
6/
Aku tak ingin mengulang hal-hal buruk di bulan Agustus, setidaknya bulan September ini aku akan berusaha belajar untuk lebih baik.
7/
Hari ini, 31 Agustus ayahku berulang tahun. Dari Makassar, kuputuskan untuk kembali ke Soppeng siang tadi dan tiba sekitar enam jam sebelum aku memulai menulis semua ini. Kuhadiahkan dua buah buku untuk ayahku, dan aku melihat sejumlah alasan di mata ayahku agar aku selalu belajar untuk menghentikan hal-hal buruk yang kadang kuanggap baik atau kuabaikan begitu saja.
Aku mengira rasa kesepian yang tumbuh beberapa waktu lalu telah menjelma menjadi sesuatu yang amat tajam, dan selalu melahirkan luka. Namun, akan kutemukan alasan dan jawaban untuk mengatasi sejumlah perkara akhir-akhir ini.
Selamat datang September,
Post a Comment: